Lensa manual kini kembali populer. Setelah sempat terpuruk saat
revolusi kamera digital pada awal tahun 2000-an, lensa manual kini
menemukan induk barunya di kamera-kamera yang masuk kategori mirrorless.
Berbeda dengan DSLR, kamera mirrorless ini lebih ramping karena tidak memakai cermin didalamnya. Contoh kamera mirrorless: Olympus PEN, Panasonic ILC, Sony NEX, Nikon 1, Leica M, Canon EOS M, Samsung NX, dan Fujifilm X-Pro.
"Kenapa baru mencapai puncaknya setelah ada kamera mirrorless? Bukankah tersedianya adapter lensa manual ke body digital harusnya membuat lensa-lensa jadul ini populer dari dulu?"
Jawaban singkatnya: meskipun sebagian lensa lama bisa dipakai di body digital, namun ada beberapa jenis lensa lama yang secara teknis mustahil dipasang di body digital. Contohnya, lensa Leica M tidak bisa dipasang di semua bodi DSLR merk apapun. Nah dengan adanya kamera mirrorless, keterbatasan teknis tadi jadi hilang, tinggal beli adapter yang sesuai.
Banyak tips tentang memilih lensa bekas/manual, misalnya disini, disini, dan disini.
Biar tidak mengulang-ulang cerita lama, saya ingin fokus di beberapa
hal kecil yang kadang terlewat setelah kita menentukan lensa mana yang
ingin kita beli.
Pertama, soal “dudukan” atau mount. Meski
kini hampir semua lensa lama bisa dipasang di body digital dengan
memakai adapter, sebaiknya dipastikan dulu kalau adapter ini ada.
Beberapa lensa juga memiliki dudukan yang agak membingungkan, misalnya
dudukan M tidak sama dengan dudukan M42 dan tidak sama pula dengan
dudukan M39. Kalau si penjual tidak menyebutkan jenis dudukannya,
tanyalah. Kalau sudah tahu apa dudukannya, cari di ebay siapa yang jual.
Meski menawarkan fungsi yang sama (misalnya adapter dari lensa Leica M
ke bodi Olympus E-P3), harga adapter bisa bervariasi antara $10 hingga
$300. Perbedaan harga yang njomplang ini sebagian disebabkan
karena fungsi adapter yang krusial: dia berada diantara lensa dan bodi
kamera. Jika sedang sial mendapat adapter yang kualitasnya jelek, lensa
anda bisa terkunci dengan adapternya (tidak bisa lepas). Jadi jika anda
punya lensa yang harganya $10.000, tentu ada baiknya investasi di adapter yang berkualitas pula.
Ada pula adapter close focus seperti Helicoid yang memungkinkan lensa untuk fokus di jarak yang lebih pendek daripada jarak minimal focus distance aslinya. Hal ini dimungkinkan karena adanya focus ring di adapter jenis ini; jadi focusing via adapter instead of focusing via lensa.
Kedua, soal aperture blade. Pastikan aperture blade berfungsi normal, artinya kalau aperture ring yang ada di lensa diputar maka aperture blade yg didalam lensa jg akan berubah. Ini berbeda dengan lensa digital karena di lensa digital pengaturan aperture semuanya melalui bodi kamera, bukan melalui lensa.
Nah, lensa Olympus OM memiliki keunikan dimana aperture blade hanya responsif jika lensa terpasang di kamera.
Ketiga, soal coating. Meski memiliki karakteristik yang serupa, beberapa lensa memiliki lapisan/coat yang berbeda. Misalnya lensa Voigtlander Nokton 35mm F1.4 memiliki 2 versi: multicoating (MC) dan single coating (SC). Lapisan ini bermanfaat untuk mengurangi pantulan saat kita memotret. Secara umum lensa yang memiliki beberapa lapisan (multicoating atau MC) harganya lebih mahal karena lebih kontras dan tajam.
Keempat, soal perawatan/servis. Banyak lensa jadul
yang usianya hampir 100 tahun, karena itu lensa-lensa tua ini kadang
perlu mendapat perawatan profesional (biasanya disingkat CLA: clean, lubricate, adjust).
Kalau anda berniat membeli lensa lama yang harganya diatas $1000, ada
baiknya ditanyakan apakah lensa-lensa ini pernah di-CLA sebelumnya.
Kelima, soal keunikan lensa. Beberapa lensa
diproduksi dengan keunikan yang tiada dua. Misalnya, lensa Olympus OM
55mm F1.2 terkenal tidak hanya karena bukaan diafragmanya yang lebar,
tapi juga karena adanya unsur radioaktif
dalam proses pembuatan lensanya. Foto yang dihasilkan kemudian
cenderung “hangat” (tonal kekuningan) akibat degradasi radioaktif ini,
yang meski bagi sebagian orang menjadi kelemahan tapi bagian sebagian
lainnya menjadi keunggulan. Keunikan lain terkait dengan distorsi. Jika
pada umumnya lensa wide menderita distorsi, maka lensa Flektogon 20mm F4 melegenda karena 100% bebas distorsi.
Nah, lima tips diatas tadi bisa memberi gambaran lebih luas tentang bagaimana memilih lensa manual. Tentu saja tips-tips basic seperti tidak adanya jamur/fungus, goresan/scratch, front/backfocus, dan tetek bengek teknis lainnya juga harus diperhatikan. Blusukan di forum fotografi seperti di forum ini juga sangat disarankan biar kita makin tahu tentang lensa yang ingin kita beli.
Terakhir, teliti dan cerewetlah saat mau membeli lensa lama; saya
baru-baru ini mengalami nasib buruk membeli lensa bekas di ebay dimana
fungsi fokusnya ternyata mati. Meski akhirnya penjual bersedia
mengembalikan semua uang yang saya bayar, namun saya mesti keluar ongkos
untuk mengirim lensa balik ke dia. Lesson learned!.
sumber : https://ryansan.wordpress.com/2012/11/27/5-tips-memilih-lensa-manual/
0 Komentar